June 25, 2013

Untuk Kamu


Selamat 2 Maret. Ya memang, sepertinya semesta pun tahu bahwa sudah terlampau sangat jauh dari tanggal tersebut. Namun mengertilah, bahwa menyaring dan mengubah perasaan romantisme yang meluap-luap menjadi rentetan kata yang tidak klise atau menjijikan adalah hal yang cukup sulit selain menjilat hidung dengan lidah. Begitu pula dengan mengumpulkan keberanian untuk mulai menyusun rentetan kata tersebut dan menunjukannya ke kamu tanpa harus merasa seperti ada kobaran api yang sangat panas di pipi.  

Berapa? 5 tahun katamu? Kamu, bahagia? Aku? Tidak selalu. Tunggu dulu, jangan menyimpulkan secepat itu. Jangan beranjak dulu. Ya boleh, silahkan jika kamu ingin menikmati secangkir teh hangat sembari berusaha memahami (dan mungkin memaklumi) aku beserta pikiranku yang rumit. Cerita kamu dan aku dimulai saat kamu menyodorkan sebuah tisu yang berisi sebuah ajakan klise untuk merajut sebuah pertalian ke tingkatan lebih tinggi. Dan aku tidak pernah membayangkan bahwa sebuah kata "ya" yang sangat sederhana mampu mengubah dan menjungkir-balikkan setiap aspek dalam hidupku.

Tahap awal pertalian kita memang tidak mudah ataupun selalu dipenuhi kata kiasan yang memabukan khas muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, segala ketidakmudahan tersebut memberi kita pelajaran bahwa meluruskan simpul-simpul kusut bernama ego yang tidak jarang terputus bukanlah hal yang mudah dilakukan, namun sangat mungkin untuk bisa diwujudkan jika kita melakukannya dengan beriring tanpa digiring, dengan teliti kita meniti, bersama-sama memperbaiki dan meluruskan setiap simpul tersebut, hingga akhirnya bertemu dengan kata "maklum".

Tiba-tiba aku teringat, ketika lagi-lagi ketidakmudahan datang menghampiri kita. Aku yang selalu larut dalam ketakutan dan terjerumus dengan segala angan negatif tentang kamu, dihadapkan dengan kenyataan bahwa aku harus meredam segala hasrat untuk bisa setiap hari melihat kamu dan tawamu yang menganggu namun telah menjadi sebuah candu bagiku, senyum khas yang terlontar dari bibir tidak simetrismu yang entah bagaimana selalu menjadi objek yang selalu ingin kulihat, dalam naungan salah satu dari berjuta ketidakadilan dalam hidup yang disebut "jarak".

Aku ingat, saat itu kita berdua sama-sama terdiam di mobilmu untuk entah berapa lama, namun itu membuat kemacetan ibukota menjadi sebuah tontonan yang menarik untuk dilihat dan hembusan nafas kita adalah sebuah kebisingan yang merdu sekaligus memilukan untuk didengar.

Kamu membuka percakapan

"Tiga setengah atau empat tahun gak akan kerasa kok"

Terdengar dengan sangat jelas kamu sedang mengerahkan segala daya upaya untuk menyembunyikan kekhawatiran dan ketakutan yang berpesta pora di dalam pikiranmu. Logika ku yang telah lama ambruk bersamaan dengan kata "ya" yang aku ucapkan atas ajakanmu dahulu, seakan hidup kembali untuk menetapkan bahwa ini adalah sebuah akhir atas apa yang telah kita coba rajut hingga bisa membuat kita tetap terpaut hingga saat ini.

Dan pada ada akhirnya, inilah yang ku ujarkan

"Aku nggak ngerti sama hidup, udah gak ada puasnya, terus dia masih juga ngejauhin manusia yang udah ngelewatin banyak hal agar bisa tetap saling berdampingan, di dalam naungan nama "jarak". Namun kalo Tuhan mengharuskan kita untuk tetap bersyukur, tetap berusaha berpositif diantara semua kenegatifan yang ada, maka aku bersyukur memiliki orang istimewa yang pantas untuk dirindukan ataupun dipikirkan sebelum aku tidur seperti kamu. Tiga setengah tahun, empat tahun, berapapun itu, jangan pernah buat aku ngeraguin apa yang telah aku yakini ya"

Kamu hanya tersenyum sambil menggenggam tanganku, kemudian tertawa dan mengacak-acak rambutku dan dengan tentramnya melanjutkan menghisap batang rokok yang terselip diantara telunjuk dan jari tengahmu. Kamu bahagia, namun kamu terlalu takut harga dirimu akan luruh jika kamu mengakuinya. "Sama-sama", ucapku dalam hati. Berusaha menyenangkan diri sendiri dan memaklumi kamu yang kesulitan untuk mengucapkan kalimat "makasih ya, aku sayang kamu". Kamu adalah sebuah kesalahan yang dengan senang hati terus kulakukan berulang-ulang. Memahami lika-liku pikiranmu sungguh menyesatkan, namun anehnya, aku rela selamanya tersesat di dalamnya.

June 13, 2013

Let The Past Go & Begin Again


Been going through a lot of things for this and in my experience, high school sucks. But then I guess we all grow up to find out that when we were younger we were stupid. I was, but today I believe everything I did and been through in the past made me the girl I am today. 
And I don't regret anything.