July 7, 2013

Setengah Lima Pagi

Kita sama-sama terlalu mabuk.
Terlalu hanyut hingga logika dan norma jatuh terpuruk.
Ingatanku pun seketika menjadi buruk.
Yang aku ingat:
Aku dan kamu; Di sudut tempat itu; Jemari saling terpaut; Bercumbu;
Seakan-akan hari esok tidak bisa lagi ditunggu;
Seakan-akan sebuah ikatan tidak lagi diperlukan sebagai tolak ukur mutlak untuk melakukannya.
Kepalaku mulai semakin pening.
Alkohol keparat. Menjadikan kepenatan di kepala ini seolah-olah sebuah santapan lezat untuk dikoyak-koyak.
- - - - -
 Aku pun berusaha beranjak; berniat menyudahinya; melepasmu. 
Namun kamu enggan. Kamu menarikku lagi, lalu menenggelamkanku kembali ke dalam lautanmu. 
Kamu meminta lebih; kamu ingin mengetahui tentangku.
Bahkan kamu bertanya apakah kita masih bisa bertemu lagi. 
Dan sialnya, aku mengiyakan.
Kamu memelukku sekali lagi. Dan pada saat itu, tidak satupun dari kita enggan untuk melepaskan. 
Kita hanya terdiam. 
Tak lagi saling mencumbu, hanya terdiam. 
Memeluk satu sama lain; menghargai dan menikmati setiap milisekon yang masih kita miliki di dalam keheningan.
Karena kita tahu, kita terlampau malu untuk bertemu lagi dalam keadaan yang tidak menyimpang seperti ini. 
Aku terlalu malu untuk mengorbankan harga diriku demi mengakui mengakui bahwa aku menikmatinya.
Berpelukkan dalam keheningan, diantara semua kebisingan, bersama orang asing sepertimu, yang anehnya, terasa seperti rumah bagiku.
- - - - -
Pukul setengah lima pagi; kita sama-sama beranjak. 
Lupakan ucapan selamat tinggal klise khas dalam film. Kita tidak melakukannya, asal kamu tahu. 
Pertemuan kita tidak diakhiri dengan kecupan lembut, pelukkan hangat... atau sebuah lambaian tangan beserta senyuman sebagai penanda masih adanya harapan untuk bertemu di masa depan. 
Kamu terlalu sibuk menyeret teman-temanmu masuk ke mobil; teman-temanmu yang sudah terkapar tanpa daya; bagai seekor anjing yang baru saja terlindas.
Aku juga terlalu sibuk, berusaha menahan nyeri di kepalaku;
Serta meredam segala kepenatan yang telah kamu ubah menjadi sebuah kesenangan, yang sekarang makin tidak tahu diri, menuntut sesuatu yang sangat mustahil. 
Terima kasih ya, Kamu. 
Maafkan ingatanku yang buruk, yang bahkan mengingat rupamu saja tak sanggup.
Doakan aku agar berhasil membayar luapan rasa penasaranku demi mencari sepotong tentang kamu di celah-celah ruang maya.
Jika mungkin, tolong biarkan aku sesekali untuk menyinggahi kepalamu, ya.
Jangan ragu untuk menghubungiku ketika tentangku di kepalamu sudah tidak lagi terkait dengan apa yang ada di balik celanamu.

Love, 
Aku;

yang sedang tidak mujur karena menginjak muntahan temanmu. 
Sial.

No comments:

Post a Comment